Selasa, 06 Januari 2009

Penyewaan Kostum Gardu Seni Ada Kostum Prajurit Sultan Agung hingga Kostum Tentara AS

Cyber TOKOH Senin, 10-November-2008, 14:05:48

Seni pentas tak lepas dari bisnis. Ini terkait ketersediaan kostum yang menjadi kebutuhan utama sebuah pementasan. Di bidang tata kostum inilah, Heru Mulyadi (50) mengambil peluang bisnis.

Usaha ini dijalani sejak 5 tahun silam dengan menyewakan pakaian untuk keperluan pentas, film, dan sinetron, serta penyewaan untuk masyarakat umum. Tamatan Akademi Seni Drama dan Film (Asdrafi) Yogyakarta ini sebelumnya dikenal sebagai penata rias dan kostum dalam beberapa produksi film dan sinetron. Ia banyak menangani make up termasuk make up panggung untuk pementasan teater.
Berawal dari keterlibatannya dalam syuting iklan sebuah produk rokok. Dalam syuting iklan di Gunung Bromo tersebut, Heru menangani tata rias dan kostum. Usai syuting, kostum yang dipakai pendukung iklan tidak dimanfaatkan lagi oleh pihak perusahaan rokok. “Ambil aja kostum-kostum itu kalau kamu mau, asal ongkos bawa ke Jakarta ditanggung sendiri. Begitu kata pihak perusahaan rokok,“ kenang Heru.
Dari ratusan kostum itu, ditambah koleksi busana karakter yang dimilikinya, Heru punya ide menyewakannya guna keperluan syuting, baik film maupun sinetron. Pengalamannya puluhan tahun sebagai penata kostum membuatnya paham apa yang selalu diperlukan dalam setiap produksi film/sinetron. Usaha penyewaan kostum itu ia beri nama Gardu Seni atau Butik Gardu Seni, beralamat di Jalan PLK II Kampung Makasar, Cililitan.
Butik ini menyediakan kostum panggung, film ataupun sinetron bertema sejarah, mulai dari pakaian raja, prajurit, hingga pakaian masyarakatnya. Misal kostum raja di masa kerajaan Majapahit, bala tentaranya, dan sebagainya. Kostum semasa Indonesia dalam penjajahan Belanda, ketika kompeni berkuasa juga tersedia. Kostum prajurit Sultan Agung di era penjajahan, kostum rakyat di era VOC, dan kostum awal abad XX, pakaian tentara Indonesia menjelang kemerdekaan, hingga di masa kini. Khusus seragam tentara, Gardu Seni mengoleksi seragam tentara Indonesia, tentara Belanda, Portugis, Inggris, bahkan Amerika Serikat.
Gardu Seni juga mengoleksi busana-busana karakter yang biasanya banyak dipakai untuk keperluan pentas teater, tari, film, dan sinetron. Selain itu juga pakaian sehari-hari, termasuk seragam profesi, seperti pakaian dokter, perawat, hakim, jaksa, satpam, hansip, hingga pakaian narapidana. Khusus busana etnis atau pakaian tradisional berbagai suku bangsa di Indonesia juga tersedia, termasuk etnis Tionghoa, India, Cina, serta Jepang.
Menurut Heru, koleksi busana-busana Jawa, baik dari periodisasi zamannya maupun karakter cukup dominan, demikian pula busana Melayu. Waktu syuting film Raja Ali Haji di Riau beberapa bulan lalu, semua kostum pemain adalah koleksi Gardu Seni. “Untuk para pemain saya bawa kostum satu truk, “ papar Heru. Di Gardu Seni ada pula kostum yang dipakai dalam film sinetron luar/asing yang legendaris. Kostum yang terdapat dalam cerita anak-anak baik dongeng maupun cerita yang sudah popular dalam film tersebut juga dikoleksinya, seperti kostum Doraemon dan Batman. Selain disewa untuk keperluan pentas, koleksi Gardu Seni juga disewa untuk acara tematik yang dibuat stasiun televisi dan hotel. Misalnya acara bertema Imlek, maka mereka akan mencari kostum-kostum ala budaya Tionghoa, termasuk hiasan-hiasan, dan pernik-pernik lainnya sehingga suasana Imlek kian kental.
Di hari lain, ada yang mengadakan kegiatan bertema suasana Sungai Gangga, maka kostum ala India akan banyak disewa, seperti pakaian tradisional sari. Hotel-hotel pun belakangan juga acap mengadakan acara yang bertema khusus atau sesuai hari yang dianggap istimewa. Jumlah kostum yang disewakan, mulai dari kostum sejarah, kostum tradisional, kostum harian, yang memenuhi ruang Butiki Gardu Seni sudah puluhan ribu. Butik ini menempati dua ruang yang tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan macam-macam busana yang dikoleksinya, sekitar 500 meter persegi. Beberapa jenis busana digantung rapi di lemari kaca besar sedangkan sisanya dilipat. Usaha yang terus berkembang.
Ia dibantu istrinya serta beberapa asisten. Karena selain sebagai tim artistik, sesekali ia juga sebagai pemain, baik film maupun teater. “Sepertinya mengalir saja, “ ujar Heru. Tetapi, mantan juara baca puisi se-Jabotabek tahun 1980-an ini mengaku pula, banyak masukan dari teman-teman. Dari ribuan kostum yang dimilikinya, tidak semuanya dia buat sendiri. Banyak pula yang sengaja dibelinya di mal-mal ataupun pasar tradisional, seperti Pasar Senen ataupun Pasar Jatinegara. “Kadang-kadang juga hunting khusus ke tempat-tempat tertentu, “ kata Heru. Kostum yang dibuat sendiri umumnya kostum-kostum karakter, pakaian tradisional, dan pakaian-pakaian untuk acara khusus. Bahkan untuk kostum karakter, agar sesuai dengan situasi zamannya, Heru bahkan sengaja mendatangkan pembatik dari Yogya dan Solo agar bisa memenuhi kriteria kostum yang diinginkannya, terutama mengenai motifnya. Butik Gardu Seni, memang beda dengan kebanyakan butik yang umumnya menjual pakaian yang dikoleksinya.
Butik ini lebih condong pada usaha sewa. “Ya, di sini semacam rental pakaianlah, “ kata Heru. Mengenai omzet per bulan, Heru tidak mengatakan secara terus terang. Tetapi, ia memaparkan, satu kostum ada yang disewa Rp 100 ribu, Rp 200 ribu dan seterusnya. Satu hari bisa lebih Rp 5 juta. “Kalau lagi sepi ya, cuma 2 jutaan, “ ujarnya. Yang tak kalah menguntungkan apabila kostum-kostum yang dikoleksinya disewa untuk syuting sinetron seri ataupun mini seri. Yang disewa bukan hanya kostum tapi juga properti yang terdiri dari benda-benda seni koleksinya yang biasanya dipakai untuk pelengkap setting, baik film misteri maupun sinetron-sinetron drama. —isw